top of page

Puisi-puisi Sdr. Jerry Ranus


Benci dalam Minuman

1) Ada yang diam-diam

Memasukkan benci ke dalam minumannya

Kemudian meneteskan bencana

Di dalam minuman berwarna kelam itu

Dia menyisipkan rasa sakit yang pekat

Serta ribuan purnama yang berisi dendam

2) Bukankah sudah lapuk bibirku mengingatkanmu?

“Jangan melihat kepada anggur,

Kalau merah menarik warnanya dan mengalir masuk dengan nikmat;

Tetapi kemudian memagut seperti ular dan menyemburkan bisa dengan sengat!”

Namun, kau tetap duduk dekat mereka

Sampai jauh malam, sampai mata memerah

3) Dia yang duduk jauh dari meja

Tanpa dosa berkata dalam hatinya: “Makanlah, teman-teman, minumlah!

Minumlah sampai mabuk cinta!”

Dia itulah yang membunuh dengan kata-katanya

Mengasah lidahnya bak mata pedang

Merayu dengan bibirnya sambil memasang jerat

4) Taruhlah pisau pada lehermu

Serta jerat yang teruntai di batang kayu

Bila lezat hidangan itu merayu

Bila besar nafsumu

Sebab itulah hidangan yang menipu

Nikmat yang mengantar kepada maut

5) Ada teman yang mendatangkan celaka

Ada juga sahabat yang lebih karib dari saudara

Tapi aku, sang keadilan, tak pernah akur dan akrab

Dengan dendam dan celaka

Tak pernah bersaudarakan kebohongan

Dan minum dari satu cawan dengan si dusta

6) Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman

Saksi yang tidak berguna mencemoohkan hukuman

Tetapi dia yang menyimpan kebenaran

Dalam bibirnya yang dilumuri bisa

Telah menitipkan salam melaluiku dari alam baka

Kepadamu yang diam-diam tersenyum di balik luka

Biara Duns Scotus, 18/08/2016

Luk. 22

Kujumpai gerombolan pemuka agama hari itu

Seolah mereka sekawanan lebah madu

Bersepakat; bukan untuk mengisap madu tapi maut

Senja itu pula kudengar

Sang pemegang dirham telah membeli dosa dari si ular

Saling sepakat dan menukar bisa

Malam itu baru kurasakan rasa sedih tanpa air mata

Karena khianat yang menantiku

Malam dimana dia sungguh berbeda dan tak kukenal, kemudian ditangkap

Kutemani arak-arakan di pagi yang riuh

Dengan bisu

Dari jauh

Dan kabut tebal ini

Seperti tembok tegar yang tak bisa runtuh

Seperti tanya yang riuh dalam benakku

Nyala api yang membasuh wajah-Nya

Mengulang kembali pesan di tengah malam yang dingin kala itu

“Kokok ayam akan menjadi pertanda untuk penyangkalan itu”

Ada yang dalam pada tatapan-Nya

Entah apa, namun sungguh menyentuh ke dalam jiwa

Tak kuasa aku membendung air mata

Biara Duns Scotus, 18/08/2016

Satu Gadis, Dua Lelaki Tua, dan Kisah Di Bawah Pohon

Satu gadis

Di bawah pohon

Menimba aliran kesejukan

Cucu hawa yang berbalut keelokan

Dengan segala kesempurnaannya

Dua lelaki tua

Di sudut sana

Menahan syahwat

Cucu adam yang tak memandang surga dan keadilan

Dengan segala keruntuhannya

Bujuk rayu dan paksaan bersekongkol

Dua lelaki dengan satu rencana

Dengan lidah yang tajam membuat hati dongkol

Merancangkan tipu daya

Susana

Indah namanya

Rupawan parasnya

Cucu hawa yang bernasib malang

Tersebab nafsu dan kehendak yang tak tahu adat

Tapi Tuhan tak hendak diam dan menutup mata

Dua lelaki tua terjerat oleh lidah sendiri

Sang nabi angkat suara

Karena tak ada darah yang akan tertumpah sia-sia

Dengan sederet Tanya merintis keadilan

“Di bawah pohon mesui”, katanya

“Di bawah pohon berangan”, kata karibnya

Berbohong

Dua lelaki dengan satu rencana

Telah dinanti oleh maut

Satu gadis, dua lelaki tua, dan kisah di bawah pohon

Adalah kisah tentang keadilan yang tak pernah sia-sia

Meski kadang sering terlambat

Biara Duns Scotus, 23/08/2016

Dunia Hingga Kemarin

Dunia hingga kemarin

Hanyalah sekumpulan kisah

Obrolan yang tak serius layaknya cinta remaja

untuk mengisi waktu luang

sembari menanti singgahnya maut

Namun maut tak kunjung singgah

Dunia pun tak hendak menua

Dan kita …

Kita adalah makna yang tersesat di dalamnya

Sebuah kerapuhan yang agung

Dengan retakan-retakan cemerlang

Lalu pecah menghantam lantai

Dan terburai

Kita adalah ulat

Yang tak pernah berhenti bermetamorfosa

Sebuah kata yang terbata-bata untuk diungkapkan

Sebait sajak yang tak pernah selesai dituliskan

Tuhan, bilamana Kerajaan itu datang?

Biara Duns Scotus, 23/08/2016

Malam Ini Aku Pilu Dan Merindu

Malam ini aku pilu dan merindu

Ada nafas yang hilang terus berlalu

Pada masa lalu yang terbungkus

Oleh kisah-kisah syahdu

Wahai rasa yang membeku

Akankah kutemukan lagi dirimu

Yang bisa membakar dadaku

Untuk berlari meski dingin itu menusuk

Dan memenuhi rongga dadaku

Di pagi nan beku

Aku rindu pada sebuah pagi

Saat kau menanti kemilau mentari

Sembari menikmati kehangatan dan bara

Yang menjalar di sekujur denyutan dan desiran darah (06/02/2011)

Malam Datang dan Rasa Itu Kembali Bergolak

Malam datang dan rasa itu kembali bergolak

Tak kenal rimbanya dan tak tentu kemana ia bergerak

Hanya satu yang kucari

Tatkala rembulan memanggil

Alunan doa yang menari

Menghibur hati yang tersisih (01/02/2010)

Pesan Malam

Pesan-pesanku ini anakku,

Kugariskan di langit malam;

Agar nanti ketika kau membacanya dalam kerlap-kerlip bintang

Kau jadi mengerti tentang hidup yang tak pernah berhenti di malam ini.

Cita-citaku ini anakku,

Kupatrikan dalam denyut nadi jantungmu;

Agar nanti saat kau mulai berpacu dengan waktu

Kau pun dapat merasakan indahnya pagi dan hangatnya mentari selagi hidup.

TENTANG HUJAN KALA ITU

Hari ini kukebut sepedaku dari kampus

Berlari menerpa rintik hujan tanpa permisi

“Biar saja tubuh ini basah. Sebab, hujan tak perlu ditakuti! Bukankah ia lebih romantis daripada kemunafikan dan ketidakadilan?”

JEDA

Kita membutuhkan sebuah jeda

Sebuah ruang yang senggang tanpa nama

Tempat kita berbicara tanpa kata

Tempat kita bersua tanpa melihat mata

Dan sebagaimana biasanya

Selalu ada yang ingin kita kenang

Di bawah payung gelap malam

Sembari meringkuk di dalam selimut

Bertukar sapa dalam rindu dan menanggalkan waktu

Dan kudengar lagi derap jantungmu

Pelan dan berima membisikkan kenangan itu

Di sanalah kita bertemu dan berpisah sekaligus

Saat akhirnya aku harus berkata: “Aku telah mencintaimu dengan sederhana dan habis-habisan.”

VOKAL

Selalu ada yang vokal

Dalam kata h.a.m.p.a.

Seperti juga ketika ia terjepit dalam d.i.a.m

PERGI

“Kala kau pergi sahabat, berjalanlah tanpa tangisan dan tengokan. Tataplah yang di depanmu dengan tegar, tanpa harus menyerah pada kemunafikan...”

JIWA KELANA

“Lelah tiada tara. Mencari asa dalam setiap detik yang menguap tak terasa. Di sini dunia selalu beku. Mungkinkah di sana kehangatan itu berlabuh?

Kenyamanan bahkan tak kunjung memelukku. Namun, kesepian tak juga menggangguku.

Aku mencari mimpi! Pernahkah dia mengunjungimu?

Adakah kebebasan di rimba sana?

Kesejukan yang katanya akan terus menusuk dada sampai rindu, memaku jiwa pada hasrat yang sama sampai gila?

Diamkah kehidupan sehingga setiap hasrat berarti tabu?

Kebebasan bukan janji yang tergantung pada bunga malam,

ia adalah harapan dalam terang yang tak pernah padam…”

 

Featured Review
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Tag Cloud
No tags yet.
We Post For Sharing
bottom of page