top of page

Relevansi Teori Relasi Antar Manusia Emmanuel Levinas dengan Kasus Pembunuhan Angeline


Abstrak

Manusia mempunyai tanggung jawab terhadap kehidupan sesamanya. Akan tetapi, manusia mempunyai kecenderungan untuk mengusai dan memanfaatkan sesamanya. Tindakan manusia menguasai dan memanfaatkan sesamanya mengakibatkan hubungan yang simetris. Dalam makalah ini, penulis menguraikan relevansi teori relasi antar manusia Emmanuel Levinas dengan kasus pembunuhan Angelina. Selain itu, penulis menunjukkan bahwa hubungan simetris, sikap egois, individualis, dan tidak mau bertanggung jawab terhadap kehidupan orang lain menimbulkan kematian. Oleh karena itu, penulis menekankan pentingnya relasi etis dan asimetris, sensibilitas, dan sikap bertanggung jawab terhadap kehidupan sesama.

Kata kunci:

Levinas, relasi, bertanggung jawab, sensibilitas, asimetris.

1. Pengantar

Levinas menunjukkan dua cara menjalin relasi dengan orang lain. Pertama, relasi totaliter yang bersifat egoistik. Kedua, relasi transendensi yang bersifat etis. Relasi totaliter dicirikan oleh pertikaian, penguasaan, penindasan, dan kekerasan. Relasi yang bersifat transendensi dicirikan oleh keterbukaan kepada orang lain, dukungan materiil, kerahiman, kebaikan, dialog, dan keadilan. Dalam karya-karya yang lebih kemudian,[1] Levinas menekankan unsur kedekatan (proximite) dalam pertemuan dengan orang lain. Kedekatan adalah hubungan dengan orang lain yang tanpa perantaraan prinsip apa pun. Harapannya setiap orang bersikap solider dan bertanggung jawab atas hidup orang lain.

Di zaman sekarang ini, hubungan dengan orang lain dipahami secara sempit, sebagai sarana mendapatkan keuntungan dan kepuasan. Karena sikap egois, banyak orang membangun relasi hanya untuk mencapai kepentingan pribadi. Proses relasi tidak lagi dilihat sebagai sarana mengaktualisasikan sikap simpati dan empati kepada orang lain.

Ada kecenderungan bahwa hubungan dengan orang lain seringkali hanya dimengerti sebagai sebuah bentuk pemenuhan kebutuhan pribadi. Keberhasilan berhubungan dengan orang lain dapat diukur dengan intensitas relasi, motif berelasi, orang lain merasa dihargai, solidaritas, empati, simpati, berbagi, dan mendengarkan. Hubungan yang bersifat transenden menjadi salah satu sarana untuk mengaktualisasikan relasi yang ideal. Hubungan yang bersifat transenden menjadi pola relasi yang menjunjung tinggi martabat orang lain. Ikut bertanggung jawab atas keberadaan orang lain.

Angeline dikenal sebagai korban relasi yang bersifat totaliter (imperialistik) dan egoistik. Pembunuhan terhadap Angeline mencerminkan rendahnya pola relasi yang bersifat totaliter (imperialistik) dan egoistik. Hal tersebut selaras dengan pemikiran Levinas yang menyatakan bahwa pola relasi totaliter (imperialistik) dan egoistik mengakibatkan pertikaian, penguasaan, penindasan, kekerasan, dan pembunuhan. Oleh karena itu, Levinas menawarkan pola relasi yang bersifat transenden. Pola relasi yang transenden dicirikan keterbukaan kepada orang lain, kerahiman, kebaikan, dialog, dan keadilan.

Tulisan ini akan menguraikan tigal hal pokok. Pertama, teori relasi antar manusia Levinas. Kedua, sekilas kasus pembunuhan Angeline. Ketiga, relevansi teori relasi antar manusia Levinas dengan kasus pembunuhan Angeline.

2. Teori Relasi Antar Manusia Emmanuel Levinas

2.1 Sekilas Tentang Emmanuel Levinas

Emmanuel Levinas lahir pada tanggal 12 Januari 1906 di Kovno (Kaunas), Lithuania.[2] Ketika Perang Dunia I, keluarga Levinas mengungsi ke Kharkov, Ukraina.[3] Di kota tersebut Levinas masuk gymnamsium Rusia. Setelah Perang Dunia I berakhir, keluarga Levinas kembali ke Lithuania. Levinas pada tahun 1923 belajar di Universitas Strasbourg Prancis.[4] Pada tahun 1930, Levinas menikah dengan Raissa Levi, teman masa kecilnya di Kuono.[5] Kemudian Levinas mengajar di Alliance Israelite Universelle. Levinas meninggal pada tanggal 25 Desember 1995 setelah menderita sakit cukup lama.[6]

2.2 Teori Relasi Antar Manusia Emmanuel Levinas

Dalam sejarah filsafat barat, ego mendapat prioritas utama.[7] Prioritas ini mengaburkan dan meniadakan segi-segi penting dari ‘yang lain’. Kesadaran akan ego hanya memasukkan ‘yang lain’ ke dalam egonya saja.[8] Yang Lain hanya merupakan bagian dari ego saja. Yang ada sebenarnya hanya ego.[9] Yang Lain memang dapat dikenal. Namun hal itu terjadi karena orang lain tersebut menyatakan dirinya sendiri. Pernyataan diri itu terjadi dalam bentuk wajah yang telanjang.[10] Melalui wajah yang telanjang[11] seseorang mengetuk hati orang lain supaya berbuat baik kepadanya. Yang Lain yang mengetuk hati itu digambarkan sebagai orang asing, janda, dan yatim piatu.[12] Karena itu hubungan dengan Yang Lain di sini adalah hubungan etis. Hubungan etis ini bersifat asimetris.[13]

Relasi etis terjadi ketika seseorang merasa terusik oleh kehadiran orang lain. Ketika kenyamanan dan kebebasan seseorang dipertanyakan oleh orang lain. Ketika kenikmatan hidup seseorang diinterupsi oleh orang lain. Inilah yang disebut dengan pertemuan dengan wajah orang lain. Dalam pertemuan seperti ini, seseorang dituntut memberikan tanggapan dan bersikap respek terhadap orang lain.[14]

Levinas mempunyai pandangan ‘yang etis’ berdasarkan wajah orang lain. Bagi Levinas setiap pertemuan dengan orang lain menciptakan ruang etis.[15] Relasi etis terungkap dalam tanggung jawab[16] seseorang terhadap orang lain. Tanggung jawab ini sekaligus menjadi basis bagi keadilan sosial. Oleh karena itu, jelas sekali bahwa etika atau ‘yang etis’ bukan sekadar prinsip-prinsip moral. Melainkan mengandaikan sebuah gerakan transenden[17] menuju orang lain.[18]

Levinas juga menjelaskan bahwa sensibilitas[19] merupakan ciri hakiki subyektivitas manusia. Sensibilitas memungkinkan manusia merasa diusik dan dipertanyakan orang lain. Tanggung jawab terhadap orang lain dalam subyektivitas manusia ini termeterai begitu dalam. Pandangan Levinas mengenai subyektivitas manusia mendasari segala bentuk tanggung jawab terhadap orang lain.[20] Levinas memberi berbagai macam gambaran terhadap stuktur subyektivitas manusia. Misalnya Yang-Lain-dalam-Yang-Sama, substitusi bagi Yang-Lain, tawanan dari Yang-Lain, dan sebagainya. Semua gambaran ini hendak memperlihatkan betapa dekat Yang-Lain dengan diri setiap orang sebagai subyek. Karena kedekatan ini sesungguhnya seseorang tidak dapat melarikan diri dari tanggung jawab terhadap orang lain.[21]

Setiap manusia adalah jejak Yang-Tak-Terbatas.[22] Oleh karena itu, kematian seseorang mestinya menimbulkan “lubang yang menganga” bagi mereka yang ditinggalkan. Meskipun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Perhatian terhadap kematian orang lain, hendaknya membawa seseorang kepada perhatian dan tanggung jawab terhadap kehidupan mereka.[23] Kalau rasa tanggung jawab terhadap orang lain dihidupi, seseorang tidak akan kawatir bahwa orang lain akan mengalami kekerasan dan kematian.[24] Ketidakpedulian terhadap nasib dan keadaan orang lain menjadi pemicu terjadinya berbagai tragedi kemanusiaan.[25]

Kiranya bukan tanpa alasan kuat Levinas mengalihkan perhatiannya dari rasionalitas dan kesadaran kepada sensibilitas. Karena sensibilitas menjadi ciri otentik manusia.[26] Tekanan yang begitu besar terhadap rasionalitas manusia membuat manusia kehilangan sensibilitasnya.[27] Nyawa seorang manusia seringkali dianggap tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penegakan hukum. Pembunuhan masal yang membabi buta dan tidak mengenal rasa kemanusiaan terjadi dengan mudah. Dalam bahasa Levinas, manusia telah kehilangan wajah.[28]

Sensibilitas yang merupakan bagian hakiki subyektivitas manusia memberi akses terhadap kemanusiaan yang dimiliki oleh orang lain. Kalau kesadaran cenderung membatasi dan mengobjektivasi, sensibilitas justru membuat seseorang membuka diri. Levinas membangun ethics of strangers, yakni etika yang membuat seseorang bersedia dipertanyakan, diusik, dan diganggu oleh orang-orang yang tidak dikenal.[29] Bahkan bersedia bertanggung jawab terhadap mereka.

Levinas memperjuangkan humanisme untuk orang lain (humanism for the other). Levinas memperjuangkan humanisme yang bersifat religius.[30] Hal ini menunjukkan bahwa orang lain merupakan Jejak-Yang-Tak-Terbatas.[31] Tanggung jawab seseorang terhadap orang lain adalah ‘perintah’ yang harus dilakukan.[32] Pandangan ini bukanlah sebuah doktrin agama, melainkan berakar pada pengalaman intersubyektif manusia dalam sensibilitas. Keterusikan hati seseorang terhadap kematian orang lain menunjukkan rasa tanggung jawab seseorang terhadap mereka.

Bagi Levinas, tanggung jawab terhadap orang lain bukan sekadar melaksanakan kewajiban. Tanggung jawab terhadap orang lain merupakan hakikat sejati subyektivitas manusia.[33] Manusia tidak dapat menghindar dari tanggung jawab terhadap orang lain. karena tanggung jawab itu merupakan bagian dari dirinya. Oleh karena itu, manusia semestinya selalu terusik dalam setiap perjumpaan dengan orang lain. Terusik dalam arti merasa bertanggung jawab terhadap setiap orang yang dijumpai.

3. Sekilas Kasus Pembunuhan Angeline[34]

Pada tanggal 16 Mei 2015 Angeline untuk terakhir kalinya terlihat di halaman rumahnya di Jalan Sedap malam, Denpasar, Bali.[35] Berdasarkan hasil investigasi Komnas Anak, dinyatakan bahwa tetangga melihat pintu pagar rumah Angeline dalam keadaan terkunci. Arist mengungkapkan bahwa hanya anggota keluarga yang mengetahui kondisi dan keberadaan Angeline. Pada hari berikutnya, tanggal 17 Mei 2015 Christina dan Ivon[36] memberitahukan bahwa Angeline hilang.[37] Christina dan Ivon memberitakan hilangnya Angeline di laman facebook dengan judul Find Angeline-Bali’s Missing Child.[38] Hal ini mendorong masyarakat ikut ambil bagian mencari Angeline.

Pada tanggal 18 Mei 2015, keluarga melaporkan hilangnya Angeline ke Kepolisian Sektor Denpasar Timur.[39] Polisi memeriksa sejumlah saksi, yaitu Margareth,[40] Antonius,[41] dan seorang penghuni kontrakan milik Margareth bersama Susiana. Kemudian polda Bali memperluas pencarian di seluruh perbatasan Bali, Banyuwangi, dan Nusa Tenggara Barat. Pihak kepolisian memeriksa rumah Margareth sampai tiga kali. Namun, pada saat pemeriksaan pertama dan kedua pemilik rumah selalu menghalangi.

Pada tanggal 24 Mei 2015, Arist Merdeka Sirait[42] mengunjungi rumah Margareth pada malam hari.[43] Arist melihat kamar tidur Margareth yang juga sering digunakan Angeline. Arist mengungkapkan bahwa rumah Margareth tidak layak untuk dihuni. Karena Margareth memelihara puluhan anjing dan ayam di rumahnya. Oleh karena itu, rumah tersebut sangat kotor, tidak rapi, dan bau kotoran hewan. Di kamar tidur, Arist mencium bau anyir yang berbeda dengan bau kotoran hewan. Kecurigaan tersebut mendorong Arist melaporkan ke pihak kepolisian.

Pada tanggal 5—6 Juni, 2015 Yuddy Chrisnandi[44] dan Yohana Yembise[45] mengunjungi rumah Margareth.[46] Namun kedatangan Yuddy Chrisnandi dan Yohana Yembise ditolak keluarga Angeline. Pada tanggal 9 Juni 2015, Guru SD Negeri 12 Sanur Bali[47] mengadakan sembahyang di depan Pura Penyimpangan Batu Bolong. Doa digelar untuk meminta petunjuk paranormal. Karena para guru SD Negeri 12 Sanur Bali mengaku mendengar suara Angeline. Pada tanggal 10 Juni 2015, polisi menemukan jasad Angeline di pekarangan rumah Margareth.[48] Angeline ditemukan dikubur pada kedalaman setengah meter, dengan pakaian lengkap dan memeluk boneka.[49]

Purwanta Sudarmaji[50] menguraikan fakta-fakta sadis serta motif pembunuhan keji terhadap Anggeline.[51] Dalam pembacaan dakwaan atas Margareth, Angeline yang diadopsi terdakwa sering diminta untuk memberi makan ayam dan anjing peliharaan. Angelina mengalami kekerasan hingga puncaknya terjadi pada tanggal 16 Mei 2015. Pada waktu itu Margareth memukul wajah Angeline berkali-kali. Hal ini mengakibatkan telinga dan hidung Angeline mengeluarkan darah. Untuk menghilangkan jejak tindak kekerasan, Margareth merencanakan pembunuhan terhadap Angeline. Margareth menjambak rambut dan membenturkan kepala Angeline ke tembok dengan keras.

Margareth memanggil Agus untuk masuk ke dalam kamarnya. Agus melihat Margareth sedang menjambak rambut Angeline dengan kedua tangannya. Akibatnya Angeline terkulai lemas. Kemudian Margareth membanting lagi kepala Angeline ke lantai dengan keras. Margareth memerintahkan Agus untuk mengangkat tubuh Angeline. Agus meletakkan Angeline di lantai dengan keadaan tidak berdaya lagi. Mata Angeline terbuka tetapi tidak bergerak, hanya jari tengah dan jari manis tangan kiri yang bergerak. Margareth meminta supaya Agus tidak melaporkan tindakannya kepada siapa pun. Margareth menjanjikan uang sebesar Rp 200.000.000, 00 dan meminta Agus pulang ke Sumba serta melarangnya kembali ke Bali. Kemudian Margareth meminta Agus mengambil sprei dan tali untuk membungkus Angeline. Akhirnya Angeline dikuburkan di pekarangan rumah Margareth.

4. Relevansi Teori Relasi Antar Manusia Emmanuel Levinas dengan Kasus Pembunuhan Angelina

Margareth menyiksa Angeline sampai meninggal. Margareth memukul wajah Angeline berkali-kali. Kemudian Margareth menjambak rambut dan membenturkan kepala Angeline ke tembok dengan keras. Hal ini mengakibatkan telinga dan hidung Angeline mengeluarkan darah. Karena tindakan Margareth yang tidak manusiawi akhirnya Angeline meninggal.

Margareth dalam hal ini bersikap egois, meniadakan segi-segi penting dari ‘yang lain’. Margareth menolak relasi yang bersifat etis dan asimetris. Hal ini terjadi karena Margareth tidak merasa terusik oleh kehadiran Angeline. Margareth masuk dalam suasana yang nyaman dan bebas, tidak mau diperingatkan atau diinterupsi oleh orang lain. Dalam membangun relasi dengan Angeline, Margareth seharusnya memberikan tanggapan dan bersikap respek terhadap Angeline. Seperti yang dikatakan Levinas, seseorang harus bertanggung jawab terhadap kehidupan orang lain. Karena sikap tanggung jawab menjadi basis keadilan sosial.

Margareth tidak mempunyai sensibilitas dalam membangun relasi dengan Angeline. Sensibilitas dalam hal ini mengharuskan setiap orang untuk bersikap peka dan peduli terhadap keberadaan orang lain. Seharusnya Margareth mengakui eksistensi Angeline sebagai manusia. Karena setiap manusia adalah jejak Yang-Tak-Terbatas. Oleh karena itu, kematian Angeline mestinya menimbulkan penyesalan bagi Margareth. Namun yang terjadi justru sebaliknya, dalam pengadilan Margareth sempat tidak mengakui tindakannya yang tidak manusiawi tersebut.

Levinas menegaskan, apabila rasa tanggung jawab terhadap orang lain dihidupi, seseorang tidak akan kawatir bahwa sesamanya akan mengalami kekerasan dan kematian. Harapannya perhatian terhadap kematian orang lain membawa seseorang kepada perhatian dan tanggung jawab terhadap kehidupan sesamanya. Kalau Margareth memiliki sikap peduli terhadap Angeline, tragedi kematian yang menimpa Angeline tidak akan terjadi. Karena sikap tidak peduli menjadi salah satu pemicu tindak kekerasan dan pembunuhan.

Margareth tidak memiliki sensibilitas yang menjadi ciri otentik manusia. Dapat dikatakan bahwa tekanan yang begitu besar pada rasionalitas mengakibatkan Margareth kehilangan sensibilitasnya. Hal ini menimbulkan pandangan bahwa nyawa manusia tidak berarti apa-apa. Akibatnya pembunuhan yang dilakukan Margareth terhadap Angeline terjadi dengan mudah. Dalam bahasa Levinas, manusia telah kehilangan sensibilitasnya.

Terkait dengan kasus pembunuhan yang dilakukan Margareth terhadap Angeline, Levinas menawarkan beberapa cara pandang baru dalam membangun relasi dengan orang lain. Pertama, manusia harus memiliki sensibilitas. Dalam hal ini, sensibilitas menjadi bagian hakiki subyektivitas manusia. Karena sensibilitas membuat manusia mau membuka diri terhadap orang lain. Oleh karena itu, Levinas juga menawarkan ethics of strangers, yaitu etika yang membuat seseorang mau bertanggung jawab terhadap kehidupan orang lain.

Kedua, manusia harus melihat sesamanya sebagai Jejak-Yang-Tak-Terbatas. Pandangan ini bukanlah doktrin agama, melainkan berakar pada pengalaman intersubyektif manusia dalam sensibilitas. Keterusikan hati untuk peduli terhadap orang lain menjadi tanda rasa tanggung jawab seseorang terhadap sesamanya. Tanggung jawab terhadap orang lain bukan sekadar kewajiban. Tanggung jawab terhadap orang lain merupakan hakikat sejati subyektivitas manusia. Karena tanggung jawab menjadi bagian dari diri manusia.

Ketiga, bersikap adil terhadap orang lain. Bersikap adil terhadap sesama yang menjadi tanda kehadiran Allah yang maha adil. Karena manusia yang mengikuti Allah yang maha adil akan memperhatikan sesama yang kecil, miskin, tertindas, dan terpinggirkan. Namun, pendekatan ini tidak boleh dilakukan dengan tangan yang hampa.

Keempat, tidak boleh memusatkan perhatian pada satu orang saja dan menyingkirkan yang lainnya. Pembatasan peyerahan diri yang tidak terbatas kepada orang lain kiranya tidak terhindarkan. Namun pembatasan itu tidak boleh membuat orang kembali kepada egoisme. Oleh karena itu, manusia harus membangun persaudaraan universal. Persaudaraan yang menjamin dan membangun kehidupan yang adil. Hal ini tentunya harus disertai dan diinspirasi oleh pola relasi yang bersifat asimetris.

Kelima, Levinas menekankan unsur kedekatan dalam pertemuan dengan orang lain. Kedekatan adalah hubungan dalam waktu dan suatu hubungan dengan orang lain yang unik tanpa perantaraan prinsip apa pun. Suatu kehadiran untuk orang lain, suatu immedietas yang membiarkan seseorang bertanggung jawab terhadap orang lain.

Keenam, subyektivitas bertanggung jawab. Artinya keterbukaan kepada orang lain, dukungan materiil, kerahiman, kebaikan, dan keadilan. Hal ini merupakan cara-cara dasariah untuk berhubungan secara etis dengan orang lain. Dengan kata lain, egoisme dan totalitas bukanlah cara yang terbaik dalam membangun relasi.

5. Penutup

Levinas menekankan pentingnya tindakan transendental etis. Tindakan transendental etis diperlihatkan melalui sikap tanggung jawab terhadap orang lain. Dengan bertanggung jawab terhadap orang lain, manusia menemukan jati dirinya sebagai subjek. Sebagai subyek manusia harus menempatkan diri di bawah orang lain. Menjadi subtitusi orang lain dan tidak bersikap egois. Tanggung jawab yang tak terbatas terhadap orang lain juga dapat diwujudkan dalam bentuk menghormati dan bertindak adil terhadap sesama. Oleh karena itu, manusia perlu membangun persaudaraan universal, membangun suatu kehidupan yang harmonis. Hal ini harus ditopang dengan pola relasi asimetris, seseorang bertanggung jawab terhadap kehidupan orang lain. Mendekati sesama dan dengan memperhatikan kehidupan orang-orang yang lemah dan terancam.

Daftar Pustaka

Lanur, Alex. Aku Disandera: Aku dan Orang Lain Menurut Emmanuel Levinas. Jakarta: STF

Driyarkara, 2000.

Lanur, Alex. Filsafat Manusia. Jakarta: STF Driyarkara, 2000.

Lanur, Alex. “Hubungan Antarpribadi Menurut Buber dan Levinas.” Basis, Desember 1991,

hlm. 444-456.

John Lechte. 50 Filsuf Kontemporer: dari Strukturalisme Sampai Postmodernitas.

Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Sastrapratedja, M. Filsafat Manusia 1. Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, 2010.

Tjaya, Thomas Hidya. “Emmanuel Levinas: Ketika Kita Merasa Lelah.” Basis, No. 09-10,

2012, hlm. 12-17.

Tjaya, Thomas Hidya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas.

Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012.

Sumber-Sumber dari Internet:

https://m.tempo.co/read/news/2015/06/10/063673848/kasus-angeline-kronologi-dari-hilang-hingga-meninggal (diakses pada tanggal 17 Mei 2015 pukul 19.47 WIB).

http://sketsanews.com/549584/kronologi-dibalik-motif-fakta-sadis-pembunuhan-engeline/

(diakses pada tanggal 17 Mei 2016 pukul 21.49 WIB).

http://www.kompasiana.com/www.azmisyahputra.blogspot.com/sebuah-catatan-kecil-

tentang-kasus-pembunuhan-angeline-engeline-di-tingkat-

kepolisian_558c045a74937384098b467f (diakses pada tanggal 17 Mei 2015 pukul

21.12 WIB).

http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-kronologi-lengkap-hilangnya-angeline-hingga-

ditemukan-tewas.html (diakses pada tanggal 17 Mei 2016 pukul 21.26 WIB).

[1] Karya Levinas yang berjudul ment qu’etre ou au-dela de I essence (La Haye: Martinus Nijhoff, 1974). (lihat, Alex Lanur. “Hubungan Antarpribadi Menurut Buber dan Levinas.” Basis, Desember 1991, hlm. 446).

[2] John Lechte. 5o Filsuf Kontemporer: dari Strukturalisme sampai Postmodernitas (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 185.

[3] Thomas Hidya Tjaya. “Emmanuel Levinas: Ketika Kita Merasa Lelah.” Basis, No. 09-10, 2012, hlm. 12-17.

[4] John Lechte. 5o Filsuf Kontemporer: dari Strukturalisme sampai Postmodernitas (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 185.

[5] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 20.

[6] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 22.

[7] M. Sastrapratedja. Filsafat Manusia 1 (Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, 2010), hlm. 65.

[8] Alex Lanur. Filsafat Manusia (Jakarta: STF Driyarkara, 1999), hlm. 55.

[9] Alex Lanur. Aku Disadera: Aku dan Orang Lain Menurut Emmanuel Levinas (Jakarta: STF Driyarkara, 2000), hlm. 2.

[10] Alex Lanur. Filsafat Manusia (Jakarta: STF Driyarkara, 1999), hlm. 56.

[11] Wajah yang telanjang “menandakan” keluar, bukan sebagai penunjuk atau simbol, melainkan secara pasti dan tidak tereduksikan lagi sebagai wajah yang memanggil saya. Ia menandakan kepada Tuhan, bukan sebagai tanda melainkan sebagai upaya mempertanyakan diri sendiri, seolah saya sedang dipanggil, yaitu dibangunkan sebagai diri sendiri. (lihat John Lechte. 5o Filsuf Kontemporer: dari Strukturalisme sampai Postmodernitas {Yogyakarta: Kanisius, 2001}, hlm. 189).

[12] M. Sastrapratedja. Filsafat Manusia 1 (Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, 2010), hlm. 66.

[13] Asimetris berarti manusia hakekatnya sama dan setara satu sama lain. (lihat Alex Lanur. Aku Disadera: Aku dan Orang Lain Menurut Emmanuel Levinas {Jakarta: STF Driyarkara, 2000}, hlm. 2).

[14] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 66.

[15] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 101.

[16] Tanggung jawab dalam hal ini berarti bersikap terbuka kepada orang lain, kerahiman, kebaikan, dialog, keadilan, simpati, dan empati. (lihat, Alex Lanur. “Hubungan Antarpribadi Menurut Buber dan Levinas.” Basis, Desember 1991, hlm. 446).

[17] Transenden dalam pengertian pembongkaran, keterbukaan terhadap Yang Lain, yang bertentangan dengan reduksi Yang Lain menjadi Yang Sama oleh tradisi Barat. (lihat John Lechte. 5o Filsuf Kontemporer: dari Strukturalisme sampai Postmodernitas {Yogyakarta: Kanisius, 2001}, hlm. 187).

[18] Alex Lanur. “Hubungan Antarpribadi Menurut Buber dan Levinas.” Basis, Desember 1991, hlm. 445-446.

[19] Sensibilitas sebagaimana dilihat oleh Levinas mendahului perbedaan antara pengetahuan dan penghendakan. Suatu tindakan rohani, penaklukan roh yang terbatas pada orang lain. (lihat, Alex Lanur. “Hubungan Antarpribadi Menurut Buber dan Levinas.” Basis, Desember 1991, hlm. 455).

[20] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 136.

[21] Alex Lanur. “Hubungan Antarpribadi Menurut Buber dan Levinas.” Basis, Desember 1991, hlm. 446.

[22] Yang tak terbatas datang dari segala hal lain yang nampak dan mengatasi cakrawala Ada itu sendiri. Artinya, “Yang tak terbatas” berada dengan cara yang lain daripada Ada itu sendiri. ((lihat Alex Lanur. Aku Disadera: Aku dan Orang Lain Menurut Emmanuel Levinas {Jakarta: STF Driyarkara, 2000}, hlm. 7).

[23] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 13.

[24] Alex Lanur. Aku Disadera: Aku dan Orang Lain Menurut Emmanuel Levinas (Jakarta: STF Driyarkara, 2000), hlm. 16.

[25] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 14.

[26] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 160.

[27] M. Sastrapratedja. Filsafat Manusia 1 (Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, 2010), hlm. 65.

[28] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 160.

[29] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 161-162.

[30] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 162-163.

[31] M. Sastrapratedja. Filsafat Manusia 1 (Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, 2010), hlm. 67.

[32] Alex Lanur. Aku Disadera: Aku dan Orang Lain Menurut Emmanuel Levinas (Jakarta: STF Driyarkara, 2000), hlm. 8.

[33] Thomas Hidya Tjaya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran Emmanuel Levinas (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 163.

[34] Angeline adalah gadis kecil berusia 8 tahun. Angeline merupakan anak angkat Margareth. Angeline diasuh Margareth sejak tiga hari seusai dilahirkan oleh Hamidah (ibu kandung Angeline).

[35] http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-kronologi-lengkap-hilangnya-angeline-hingga-ditemukan-tewas.html (diakses pada tanggal 17 Mei 2016 pukul 21.26 WIB).

[36] Christina dan Ivon adalah kakak angkat Angeline.

[37] https://m.tempo.co/read/news/2015/06/10/063673848/kasus-angeline-kronologi-dari-hilang-hingga-meninggal (diakses pada tanggal 17 Mei 2015 pukul 19.47 WIB).

[38] Dalam pemberitaan tersebut, Christina dan Ivon memasang sejumlah foto Angeline. Christina dan Ivon mengajak masyarakat untuk mencari Angeline.

[39] http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-kronologi-lengkap-hilangnya-angeline-hingga-ditemukan-tewas.html (diakses pada tanggal 17 Mei 2015 pukul 21.26 WIB).

[40] Ibu angkat Angeline.

[41] Pembantu sekaligus penjaga rumah.

[42] Ketua Komnas Perlindungan Anak.

[43] https://m.tempo.co/read/news/2015/06/10/063673848/kasus-angeline-kronologi-dari-hilang-hingga-meninggal (diakses pada tanggal 17 Mei 2015 pukul 19.47 WIB).

[44] Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

[45] Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

[46]http://www.kompasiana.com/www.azmisyahputra.blogspot.com/sebuah-catatan-kecil-tentang-kasus-pembunuhan-angeline-engeline-di-tingkat-kepolisian_558c045a74937384098b467f (diakses pada tanggal 17 Mei 2015 pukul 21.12 WIB).

[47] Tempat Angeline sekolah.

[48] https://m.tempo.co/read/news/2015/06/10/063673848/kasus-angeline-kronologi-dari-hilang-hingga-meninggal (diakses pada tanggal 17 Mei 2015 pukul 19.47 WIB).

[49] Polisi menemukan jenazah Angeline setelah diizinkan satpam yang menjaga rumah Margareth. Karena pada saat itu satpam mencium bau busuk dan tidak sedap dari gundukan tanah di dekat kandang ayam. Ketika gundukan tanah tersebut di gali, Angeline ditemukan bersama dengan sebuah boneka dan bed cover serta tali.

[50] Jaksa Penuntut Umum (JPU).

[51] http://sketsanews.com/549584/kronologi-dibalik-motif-fakta-sadis-pembunuhan-engeline/ (diakses pada tanggal 17 Mei 2016 pukul 21.49 WIB).

Featured Review
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Tag Cloud
No tags yet.
We Post For Sharing
bottom of page