top of page

Membiasakan Cita rasa Kelor Melalui Konsumsi Teh Kelor untuk Mengatasi Masalah Gizi di Nusa Tenggara

BAB I PENDAHULUAN


A. Latar Belakang


Masalah gizi merupakan salah satu masalah serius yang mendera masyarakat, khusus-nya anak-anak, di berbagai daerah di tanah air. Masalah gizi disebabkan oleh rendahnya Konsumsi Energi dan Protein (KEP) yang meng-akibatkan gizi buruk dan gizi kurang. Gizi yang bermasalah dapat membawa dampak yang lebih besar dan luas. Selain mengancam pertumbuhan dan perkembangan anak yang besangkutan, masalah gizi pada gilirannya dapat menghambat kemajuan dan perkembangan suatu wilayah dalam aspek ekonomi, sosial dan aspek-aspek lainnya (Kemenkes RI: 2014).

Masalah gizi, yaitu gizi buruk dan gizi kurang, merupakan masalah serius yang dialami masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga hari ini. Provinsi ini selalu menempati peringkat teratas sebagai daerah dengan angka masalah gizi terbesar di tanah air. Masalah gizi merupakan masalah rumit yang ditimbulkan oleh multifaktor. Selain karena kelangkaan dan kurangnya pemanfaatan sumber pangan bergizi, pengetahuan yang minim dan pelaksanaan tradisi atau kebiasaan tertentu bisa mendorong terjadinya masalah gizi. Selain itu, NTT memiliki potensi alam berupa tanaman kaya nutrisi yang bisa dimanfaatkan untuk membantu menang-gulangi masalah gizi. Tanaman tersebut a-dalah tanaman kelor (Moringa oleifera). Namun, pemanfaatan kelor belum dilakukan secara maksimal (Heriyanto:2018).

Di sisi lain, masyarakat NTT terkenal dengan keramahannya dalam menyambut tamu. Salah satu bentuk keramahan tersebut adalah menyuguhkan minuman atau bila dianggap perlu makanan bagi tamu yang datang ke rumah. Untuk minuman yang disuguhkan, pada mulanya masyarakat menyuguhkan minuman lokal yang dibuat sendiri, seperti kopi dan tuak (sering disebut „moke‟). Kopi kerap diperoleh dari kebun sendiri dan diolah hingga menjadi kopi bubuk dan tuak adalah minuman beralkohol yang dibuat dari nira aren atau siwalan yang berfermentasi (KBBI:1990). Dalam perjalanan waktu, masyarakat mulai menggunakan minuman dengan bahan yang didatangkan dari luar daerah seperti daun teh (Camellia sinensis). Oleh sebab itu, konsumsi teh sangat bergantung pada pasokan daun teh dari luar daerah. 2

Tanah NTT telah menumbuhkan aneka tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan alternatif minuman teh. Tanaman tersebut adalah tanaman kelor yang dapat menjadi bahan teh kelor. Selain itu, tanaman kelor merupakan tanaman kaya nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Dalam konteks NTT, konsumsi tanaman kelor, khususnya dalam bentuk teh kelor, merupakan suatu hal yang masih sangat jarang dilakukan. Selain dapat menjadi minuman yang disuguhkan kepada tamu, teh kelor dapat mengakrabkan cita rasa (taste) kelor dengan lidah masyarakat NTT. Hal ini dapat mendorong konsumsi kelor secara rutin oleh seluruh masyarakat dalam berbagai wujud, seperti sayuran dan kue. Mulai dengan mengonsumsi teh kelor, masyarakat kiranya dapat mengonsumsi kelor dalam semua wujud secara rutin dan maksimal. Kelor memiliki kandungan gizi yang tinggi sehingga dapat membantu masyarakat dalam pemenuhan gizi, kendati tidak dapat menghilangkan masalah gizi secara total dalam sekejap.

Melalui tulisan ini, penulis hendak memperkenalkan teh kelor sebagai salah satu minuman yang bisa dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari, seperti ketika menyambut tamu. Penulis hendak menunjukkan cara pembuatan teh kelor yang relatif jauh lebih mudah dibandingkan pembuatan kopi atau tuak yang sudah sering dikonsumsi masyarakat (Enotoda:2018). Konsumsi teh kelor ini kiranya menjadi pintu gerbang bagi konsumsi kelor secara masal dan rutin dalam berbagai wujud makanan dan minuman. Dimulai dengan teh kelor, masyarakat kiranya dapat semakin sering mengonsumsi kelor dalam kehidupan sehari hari sebagai upaya memenuhi kebutuhan gizi.


B. Rumusan Masalah


1. Bagaiman persoalan gizi buruk di NTT?

2. Bagaimana pemanfaatan teh kelor dalam mengatasi permasalahan gizi di NTT?


C. Maksud dan Tujuan


1. Untuk memberikan solusi terhadap persoalan gizi buruk di NTT.

2. Untuk menguraikan cara pemanfaatan teh kelor dalam upaya mengatasi masalah gizi di NTT.


D. Kerangka Teori 3


Gizi adalah zat makanan pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan badan (KBBI:1990). Gizi manusia perlu dipenuhi dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan kebutuhan tubuh sehingga manusia dapat mencapai taraf kesehatan yang ideal. Gizi yang terpenuhi atau gizi seimbang (balanced diet) harus memenuhi sejumlah syarat, yaitu cukup secara kuantitas, cukup secara kualitas, dan mengandung berbagai zat gizi (energi, protein, vitamin dan mineral) yang diperlukan tubuh (Kemenkes RI: 2014). Tubuh manusia, khususnya anak-anak balita, yang tidak mendapat asupan gizi yang memadai atau kemungkinan menderita penyakit infeksi tertentu dapat menyebabkan masalah gizi. Masalah gizi tersebut berupa gizi kurang untuk tingkat yang relatif ringan dan gizi buruk untuk tingkat yang relatif parah. Hal ini menjadi masalah serius di berbagai daerah seperti Provinsi NTT.

Meskipun didera masalah gizi, alam NTT telah menumbuhkan aneka tanaman kaya nutrisi yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. Salah satu tanaman tersebut adalah tanaman kelor (Moringa oleifera). Kelor bahkan dikatakan sebagai World’s Most Valuable Multipurpose Trees atau pohon paling serbaguna di dunia dan Miracle Tree atau pohon ajaib. Seluruh bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai makanan, kosmetik, obat, bahkan pemurni air. Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai kondisi alam, termasuk di daerah NTT yang pada umumnya memiliki kondisi alam kering. Sebagai “pohon ajaib” kelor memilki kandungan nutrisi mikro sebanyak tujuh kali vitamin C dalam jeruk, empat kali vitamin A wortel, tiga kali potassium pisang, empat gelas kalsium susu, dan protein dalam dua gelas yoghurt (Aminah,dkk: 2015). Kelor pun dapat diolah menjadi minuman probiotik untuk kesehatan tubuh.

Salah satu minuman berbahan kelor adalah teh kelor. Dengan mengonsumsi teh kelor, masyarakat dapat terbiasa dengan cita rasa kelor dan semakin mencintai tanaman kelor. Hal ini kiranya dapat mendorong konsumsi kelor yang lebih besar dalam berbagai olahan makanan dan minuman, khususnya di daerah NTT. Selain itu, tiga gram daun kelor kering yang diseduh dalam 200 ml air memiliki kadar EGCG (epigallocatechin-3-gallate) sebesar 114.37 mg. EGCG memiliki efek kemopreventif dan efek therapeutic yang dapat melawan berbagai jenis kanker dan memilki pengaruh positif terhadap gula darah (Sugianto: 2016). 4


BAB II PEMBAHASAN


A. Identifikasi Masalah


Masalah gizi merupakan salah satu masalah serius yang mendera masyarakat, khususnya anak-anak, di berbagai daerah di tanah air. Masalah gizi yang meliputi masalah gizi buruk dan gizi kurang merupakan persoalan serius yang dihadapi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Angka penderita gizi buruk dan gizi kurang di NTT pada tahun 2018 tergolong paling tinggi secara nasional, yaitu 29,5%. Jumlah ini berada jauh di atas rata-rata nasional, yaitu 17,7 %, sekaligus menempatkan provinsi NTT di urutan pertama secara nasinal untuk masalah gizi anak.

Permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat NTT perlu segera diatasi. Hal ini merupakan langkah mutlak untuk mengeluarkan daerah ini dari jerat kemiskinan. NTT tergolong sebagai provinsi dengan angka kemiskinan yang besar, yaitu 21,03% dan berada di urutan ketiga setelah Papua dan Papua Barat. Selain itu, NTT juga memilki aneka kekayaan alam yang luar biasa, seperti tanaman yang kaya kan nutrisi. Salah satu tanaman kaya nutrisi tersebut adalah tanaman kelor.

Dalam tulisan ini penulis hendak mengajukan salah satu langkah sederhana untuk membantu mengurangi persoalan gizi masyarakat NTT dalam uapaya membiasakan konsumsi tanaman kelor. Upaya untuk membiasakan konsumsi kelor tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kelor sebagai bahan pembuatan teh atau yang bisa dikenal dengan "teh kelor". Pemanfaatan kelor sebagai bahan minuman teh merupakan sesuatu yang masih sangat jarang dilakukan masyarakat, kendati di beberapa tempat di luar NTT teh kelor sudah biasa dikonsumsi.


B. Analisis Masalah


Persoalan gizi telah menjadi persoalan serius yang mendera masyarakat NTT dari tahun ke tahun. Tidak dapat dipungkiri, persoalan ini turut menyebabkan permasalahan kemiskinan di provinsi kepulauan ini. Persoalan gizi merupakan persoalan yang kompleks dan ditimbulkan oleh banyak faktor, seperti pengetahuan masyarakat, penyakit tertentu, ketersediaan pangan dan kebiasaan atau tradisi masyarakat. 5

Di samping masalah gizi, masyarakat NTT kurang memaksimalkan potensi alam berupa tanaman yang kaya akan nutrisi seperti tanaman kelor. Tanaman kelor kerap dipandang hanya sebagai tanaman pagar, pakan ternak dan tanaman pengusir roh-roh jahat atau suangi. Dengan kata lain, masyarakat umum belum mengonsumsi tanaman kelor secara rutin dan belum terbiasa dengan cita rasa (taste) kelor.

Berkaitan masalah di atas, penulis mengajukan satu langkah sederhana, yaitu menggunakan kelor sebagai bahan minuman (teh) dalam menyambut tamu, dalam acara-acara besar dan dalam kehidupan sehari-hari. Menyuguhkan minuman seperti minuman teh kepada tamu telah menjadi kebiasaan masyarakat hampir di seluruh penjuru dunia. Teh telah menjadi minuman yang sangat familiar dengan masyarakat Indonesia, tidak terkecuali masyarakat NTT. Berkaitan dengan minuman yang kerap disuguhkan pada tamu, masyarakat memiliki dua jenis minuman, yaitu minuman buatan sendiri dan minuman dengan bahan yang didatangkan dari luar daerah. Minuman buatan sendiri seperti kopi dan tuak dan minuman yang bahannya didatangkan dari luar daerah seperti minuman teh dari daun teh (Camellia sinensis).


C. Teh kelor


Kondisi tanah yang sebagian besar kering akibat curah hujan yang rendah mengakibatkan tanaman teh (Camellia sinensis) tidak dapat dibudidayakan di NTT. Di satu sisi, masyarakat mendatangkan bahan minuman teh dari luar daerah. Di sisi lain, ada sejumlah tanaman alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan minuman teh seperti tanaman kelor. Tanaman kelor tumbuh di hampir semua kondisi tanah dan dataran di seluruh penjuru NTT. Sayangnya, tanaman kelor belum dimanfaatkan secara maksimal. Masyarakat masih kerap memandang kelor sebagai tanaman pagar, pakan ternak dan tanaman pengusir makhluk halus, seperti suangi.

Konsumsi kelor sangat bergantung pada biasa atau tidaknya cita rasa (taste) kelor di lidah masyarakat. Jika telah terbiasa, konsumsi yang rutin dan luas dapat dila-kukan. Berkaitan de-ngan hal itu, peman-faatan kelor sebagai bahan minuman teh bisa menjadi pintu masuk dalam memperkenalkan cita rasa kelor sehingga kelor dapat menjadi ba-han makanan dan mi-numan yang familiar di masyarakat. 6

Masyarakat dapat mengonsumsinya setiap hari, termasuk ketika menyuguhkan minuman ini kepada tamu. Selain itu, proses pembuatan minuman ini pun relatif mudah, jauh lebih mudah dibandingkan pembuatan kopi yang biasa dikonsumsi masyarakat NTT.

Di bawah ini, penulis mengajukan dua cara pembuatan teh kelor. Pembuatan teh kelor dengan cara pertama adalah sebagai berikut.

1. Cuci daun kelor dan tiriskan.

2. Rebus air hingga mendidih.

3. Masukan kelor ke dalam air yang telah mendidih tersebut.

4. Saring rebusan daun kelor tersebut dengan menggunakan kain bersih.

5. Ampas daun kelor yang diperoleh dikeringkan dengan cara di simpan di tempat gelap selama tujuh sampai sepuluh hari.

6. Setelah disimpan, bahan daun kelor yang telah kering tersebut dapat dikonsumsi atau diseduh sebagai teh.

Selain cara di atas, pembuatan kelor dapat dilakukan tanpa merebus bahan daun kelor, seperti berikut.


1. Kumpulkan daun kelor yang masih segar. Setalah dikumpulkan, pilihlah daun keloryang masih muda, yaitu daun yang berwarna hijau sedikit kekuning–kuningan.


2. Tempatkan daun kelor pilihan ke dalam wadah bersih. Rendam dan bersihkan daun kelor tersebut dari kotoran yang mungkin saja menempel pada daun kelor.


3. Setelah dibersihkan, daun kelor tersebut dikeringkan dan disimpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung selama kurang lebih dua hari. Paparan sinar matahari secara langsung bisa menghilangkan kandungan gizi yang bermanfaat yang ada pada daun kelor.


4. Daun kelor yang telah kering dapat dihancurkan dengan mudah. Daun tersebut dihancurkan dengan cara ditumbuk sampai halus.


5. Setelah itu, simpan daun kelor yang sudah dihaluskan di atas sebuah wadah di tempat yang sejuk. hal ini bertujuan untuk menghilangkan enzim oksidatif, mencegah daun kelor menjadi cepat busuk dan menghentikan pertumbuhan jamur. Teh kelor harus disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat.


6. Setelah semua proses selesai maka teh daun kelor sudah siap dinikmati. Cukup dengan menambah dengan air panas maka teh daun kelor pun sudah bisa dikonsumsi. Jika ingin menambah rasa manis, maka dapat ditambahkan gula atau madu ke dalam teh tersebut.


Kedua cara di atas dapat menjadi pilihan masyarakat dalam pembuatan teh kelor. Dengan demikian, masyarakat dapat menikmati minuman buatan sendiri. Selain itu, masyarakat tidak perlu bergantung pada pasokan daun teh dari luar daerah.


BAB III PENUTUP


Persoalan gizi yang melilit masyarakat NTT perlu segera diperbaiki. Persoalan ini merupakan persoalan rumit yang ditimbulkan oleh multifaktor. Kendati demikian, daerah ini memilki potensi alam berupa tanaman yang kaya akan nutrisi, yaitu tanaman kelor. Tanaman ini menyediakan kandungan gizi yang sangat dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang banyak. Cara pandang terhadap tanaman ini perlu diubah. Kelor tidak lagi sebatas tanaman pagar, sumber pakan ternak dan tanaman pengusir suangi, tetapi “pohon ajaib” yang dikarunia Tuhan secara melimpah di seluruh penjuru daerah utnuk mengeluarkan daerah ini dari belitan persoalan gizi. Kelor dapat membantu masyarakat kendati tidak menghilangkan 100 % masalah gizi di NTT dalam waktu sekejap.

Pemanfaatan tanaman kelor sebagai bahan makanan dimulai dengan kebiasaan sederhana, yaitu mengolah kelor menjadi minuman teh kelor. Teh kelor dapat menjadi pintu masuk bagi kelor untuk diterima sebagai bahan makanan yang dapat dikonsumsi secara rutin dan luas. Dimulai dari teh kelor, masyarakat diharapkan tidak asing lagi dengan cita rasa kelor sehingga konsumsi "pohon ajaib" tersebut dapat semakin sering dilakukan hingga kelor menjadi sahabat setia yang menemani masyarakat NTT keluar dari persoalan gizi dan menyongsong masa depan yang gilang-gemilang. 8




Daftar Pustaka

Aminah, S., Ramdhan, T. dan Yanis, M. 2015. “Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional Tanaman Kelor (Moringa Oleifera)” dalam Buletin Pertanian Perkotaan, 5 (2), 35-44. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.



Enotoda, Maria. 2018.”Kenalkan ini “Moke” Minuman Khas Orang Flores NTT, Berikut Cara Pembuatan, Jenis Moke dan Tradisi”. Artikel. http://kupang.tribunnews.com . Diakses pada tanggal 23 Februari 2019.


Heriyanto. 2018. “Sulawesi Tengah Bangkit dengan Kelor, NTT Gaungkan Konsumsi”. Artikel. https://www.beritasatu.com . Diakses pada tanggal 23 Februari 2019.


Kemenkes RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi dan KIA.


Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi dan KIA.


Kemenkes RI. 2019. “Status Gizi Indonesia Alami Perbaikan”. Artikel. http://www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 22 Februari 2019.


Kemenkes RI. 2019. “Hasil Riskesdas 2018”. Artikel. http://www.depkes.go.id Diakses pada tanggal 23 Februari 2019.


Kemenkes RI. 2019. “Pedoman Gizi”. Artikel. http://gizi.depkes.go.id Diakses pada tanggal 24 Februari 2019.

Pratama, Gilang. 2018. 6 Cara Mengolah Daun Kelor Menjadi Teh dan Berbagai Manfaatnya. Artikel. https://halosehat.com. Diakses pada tanggal 23 Februari 2019.


Rote, Eflin. 2018. “NTT jadi Provinsi Kelor, intip manfaat daun kelor yang bikin heboh warga Amerika”. Artikel. http://kupang.tribunnews.com. Diakses pada tanggal 22 Februari 2019.


Sugianto, Ajeng Kinanti. 2016. “Kandungan Gizi Daun Kelor (Moringa oleifera) berdasarkan Posisi daun dan Suhu Penyeduhan”. Artikel. https://repository.ipb.ac.id . Diakses pada tanggal 23 Februari 2019.

Featured Review
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Tag Cloud
No tags yet.
We Post For Sharing
bottom of page